Dan barangsiapa yang dunia menjadi tujuannya, niscaya Allah I menjadikan kemiskinan di depan matanya, memisahkan persatuannya, dan dunia tidak datang kepadanya kecuali yang sudah ditaqdirkan untuknya." [xxii] Maka perdagangan akhirat tidak akan merugi dan berdesak-desakan terhadap dunia tidak merubah takdir. Kesimpulan: 1.
A A A. Banyak ayat Al-Quran dan hadits-hadits yang mencela dunia. Bahkan al-Qur‘an lebih sering mencela kehidupan dunia dan mengajak manusia agar berpaling dari dunia dan kembali kepada kampung akhirat. Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As-Sidawi dalam bukunya berjudul "Dunia di Tanganku, Akhirat di Hatiku" mengingatkan bahwa perkara inilah yang
Dalam jurnal Zuhud dalam Ajaran Tasawuf tulisan Muhammad Hafiun (2017: 79), Imam Al Qusyairi mengartikan sikap zuhud adalah meninggalkan kenikmatan dunia dan tidak mempedulikan orang yang dapat menikmatinya. Mereka tidak merasa bangga dengan kenikmatan dunia dan tidak pula mengeluh jika kehilangannya. ADVERTISEMENT.
Lantas nikmat apa saja yang akan ditanyakan kepada manusia di akhirat kelak? Dilansir dari laman Mawdoo3, Imam At-Thabari menyebutkan dalam tafsir ayat ini, bahwa Allah SWT akan bertanya kepada manusia tentang kenikmatan yang telah diberikan kepadanya di dunia ini, dan ulama berbeda pendapat dalam tafsir tentang apa yang dimaksud dengan kenikmatan, di antaranya waktu luang dan kesehatan
Pengertian Zuhud. Zuhud adalah memalingkan dan meninggalkan sesuatu yang dicintai, yaitu kemewahan material atau duniawi, dengan harapan akan keberadaan atau kebahagiaan yang lebih baik dan spiritual di akhirat. Zuhud dalam tasawuf merupakan tingkatan yang harus dilalui seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Menurut Abu Al-Lais as-Samarkandi dalam Tanbih al-Ghafilin kenikmatan akhirat terbagi menjadi tujuh bagian, penjelasannya sebagai berikut: Pertama, kenikmatan akhirat abadi tak akan ada kehancuran (فناء). Kedua, memiliki kemampuan (قدرة) serta dijauhkan dari ketidakberdayaan (عجز). Ketiga, memiliki pengetahuan (علم) serta
Padahal dunia dan akhirat sangat tidak sebanding. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut dalam Kitab-Nya bahwa Akhirat lebih baik dari dunia. “Wal akhiratu khairun laka minal ula; dan akhirat lebih baik bagimu dari kehidupan yang pertama (dunia)”, kata Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat Adh-Dhuha. Bahkan akhirat tidak hanya lebih baik
Ulama Akhirat dan Ulama Dunia. SAUDARAKU, para ulama kita yang bermartabat sangat berhati-hati ketika menuntut ilmu. Mereka takut terjerumus ke dalam perangkap setan. Karena ilmu bisa buat pemiliknya sombong, angkuh, riya’, sum‘ah, ujub, dan penyakit hati lainnya. Jika dia salah niat dan keliru motivasinya.
Tanpa melalaikan ilmu dunia, ilmu agama harus diprioritaskan karena hukum dan manfaatnya jauh lebih tinggi dibanding ilmu duniawi. Hal inilah yang sekarang ini terbalik. Ummat lebih mementingkan ilmu dunia dan cenderung melupakan ilmu dien. Padahal tidak ada obat bagi kebodohan kecuali dengan ilmu. Kebodohan dalam hal apapun!
Selain itu, manusia juga harus mengetahui elemen-elemen apa saja yang bisa mengantarkan untuk memperolehnya. Menurut Imam Al-Ghazali Rahimahullah, ada 4 elemen supaya kita mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Yakni: mengenal diri, mengenal Allah, mengenal dunia, dan mengenal akhirat. Pertama; Mengenal diri ( Ma’rifatun Nafs ).
CpJA.